Selasa, 23 April 2013
Tentang “Aku” dan “Dia”
Aku berfikir, maka aku ada. Berfikir adalah suatu kegiatan yang paling menyenangkan. Jujur, sekalipun proses berfikir tersebut membuat komposisi otak semakin pecah terurai akan memori yang dimuatnya tetap merupakan hal yang sangat menantang bagi penulis. Bagi saya, hidup adalah berfikir. Maka jika seseorang tidak pernah berfikir dan menggunakan logikanya maka pantas baginya disebut “adam” yang artinya tiada, tidak ada, bahkan bisa dikatakan tidak hidup alias mati. Karena pada hakikatnya hidup adalah sebuah wadah untuk menunjukkan eksistensi seseorang,yah tentunya melalui cara berfikir.
Berbicara mengenai Filsafat. Banyak atau sedikit tentu kata ini mempunyai korelasi terkait dengan kegiatan “berfikir”. Seseorang yang ragu akan pengetahuan dan keyakinannya lantaran dia akan mendalami secara jernih sederet pertanyaan dan keraguan-keraguan yang menyertainya guna mendapatkan jawaban atau kepuasan untuk menolak semua itu dengan cara berfikir. Dan itulah yang dinamakan proses berfilsafat.
Tak banyak yang akan saya sampaikan mengenai ilmu filsafat dengan berbagai segudang teorinya,namun saya cenderung akan menuai goresan tinta ini melalui satu pertanyaan yang saya klaim adalah sebagai bentuk keraguan dan ketidak percayaan terhadap suatu penciptaan dan takdir. Entah saya harus menyalahkan siapa ??
Berawal dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan seorang pemateri filsafat minggu lalu dalam kegiatan “School of Thinker XI”, sebut namanya “Mas Wong” yakni “Siapa aku ??.sejatinya pertanyaan kecil ini sempat saya acuhkan, tentu aku ARIK (nama penulis), gadis remaja yang terlahir dari pasangan MN dan HR. Namun setelah saya fikir kembali ternyata Arik itu bukan “aku” yang sesungguhnya melainkanhanya sebuah nama dari pemilik jasad ini. Lantas aku bernalar kedua kalinya,“aku” disini adalah makhluk Tuhan atau seorang hamba yang dilahirkan tuk mengabdi yah lebih tepatnya beribadah semata hanya untuk Tuhan. Namun kudapati ketidak puasan untuk jawaban yang kedua ini karena menurutku seorang “aku”tercipta di dunia tak lain hanya untuk satu tujuan yang azali tanpa diberi negosisi oleh Tuhan. Berujung pada jawaban kelima tetap saja tak membuat keyakinanku akan keraguan “siapa diriku” ini teratasi.
Perasaan muak akan jawaban-jawaban yang mengguncang jiwaku ini lantas mengingatkanku pada persoalan bathiniyah tiga tahun yang lalu. Meskipun saya belum belajar ilmufilsafat namun kondisi saya mengharuskan saya untuk belajar berfilsafat dengan konsep pemikiran seadanya pada waktu itu. Hampir sama, pertanyaan serta keraguan yang timbul kala itu adalah, siapa “aku”, siapa “Arik”, dan kenapa “Aku” muncul didunia ini lantas menyatu dalam raga “Arik” ini.. kenapa Tuhan tak menanyakan padaku terlebih dahulu apakah “Aku” suka atau tidak tatkala masuk dan menyatu pada raga ini yang sementara “Aku” tumpangi untuk perjalanan menuju Akhirat abadi nanti ?,terfikir jika sewaktu raga ini terbentuk Tuhan memberikan kesempadan pada “Aku” untuk menjalankan perjalanan hidup dalam raga orang lain yang bukan “Arik” atau sebaliknya...
Dari hasil keraguan tempo lalu yang menerpa saya, mungkin bisa saya simpulkan secara sederhana yakni pertama, secara tidak langsung saya mengatakan bahwa jiwa “Aku”telah terlahir lebih dulu daripada raga “Arik” yang ada setelah beberapa dekade ditulis sang Khaliq di kitabNya. Tidak pernah terfikirkan bagaimana jika duluTuhan mengisi dan menyatukan raga “Arik” dengan zat atau ruh yang lain selain“Aku” ini, dan mungkin “Aku” pun tak akan menerima dan mengalami taqdir serupa dengan “Arik”. Hal kedua adalah rasa kekecewaan “Aku” akan taqdir dan kuasa Tuhan yang secara sepihak menetapkan posisi “Aku” tatkala diturunkan kedunia atau terlahirkan kembali dengan menyewa raga manusia tanpa berbincang-bincang terlebih dahulu kepada “Aku” sebagai subjek yang akan melakukan rutinitas sebagai manusia di bumi. Andaikata diperbolehkan, “Aku” ingin Tuhan bernegosiasi dulu denganku.. (namanya bukan kuasa Tuhan kalau harus bernegosisasi dulu dengan hambanya, seperti pak presiden lah, dalam artian Tuhan pun mempunyai hak prerogative atas semua makhlukNya).
Senada dengan kegalauan hati sang penulis diatas, sedikit tercerahkan dengan konsep yang dikemukakan plato yakni tentang pengingatan kembali akan pengetahuan yangmanatelah didapat manusia sebelumnya, artinya atas dasar filsafat “alam ide” dan“keazalian jiwa” plato meyakini bahwa jiwa manusia itu telah ada dalam bentuk berdiri sendiri, terlepas dari raga/badan, dan sebelum raga itu ada. Karena pada hakikatnya wujud jiwa itu bebas bahkan sebebas-bebasnya dari materi, dania berhubungan dengan alam ide atau realitas yang bebas dari materi. Ketika ia harus turun pada alam imaterialnya untuk disatukan dengan badan dan dikaitkan dengannya di alam materi, hilanglah semua yang telah diketahuinya dari alam idedan realitas yang tetap, serta lupa sama sekali akan realitas-realitas yangsebelumnya telah terjadi. Tetapi ia kemudian mulai memulihkan kembali pengetahuan-pengetahuan melalui penginderaan gagasan-gagasan tertentu dalam hal-hal partikular. Jadi, inti dari teori ini terkait permasalahan “Aku” diatas yakni bahwa jiwa sudah ada dan terbentuk sebelum adanya badan di alam yang lebih tinggi daripada alam materi.
Jujur, meski sedikit terjawab oleh teori plato ini namun tetap saya tidak mendapatkan kepuasan sepenuhnya atas jawaban ini. Minimal goresan tinta ini mampu menenangkan hati saya untuk sementara waktu. Terkait dengan keraguan yang dialami penulis, saya pun ingin berbagi sedikit “obat penawar” khususnya bagi pribadi ini.
Pertama; Meski saya meragukan identitas “Aku” sebagai tokoh utama dalam pribadi “Arik”, namun takterbesit sekalipun dalam hati kecil ini untuk meragukan Allah sebagai Tuhan, zat yang agung, serta seluruh kekuasaanNya.
Kedua; Belajar mensyukuri nikmat dan kewajiban untuk berQona’ah atas segala takdir yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa, sekalipun dari awal saya tak berkeinginan untuk menjadi sosok “Arik” seperti yang telah digariskan Nya.“jadi seorang hamba itu janganlah sok tau”, karena hakikatnya Allah SWT itu Maha mengetahui apa yang terbaik untuk hambaNya. Untuk itu syukurilah apa yang telah ditetapkanNya untukmu dan nikmatilah.. have a fun with it..
Ketiga; Berjuanglah, jadikan apa yang tidak kau minati ini menjadi tantangan dan lahan untuk berprestasi, mencari bekal dan asupan nilai-nilai di dunia yang sebanyak-banyaknya untuk akhiratmu nanti. Kerjakanlah apapun yang diperintahkan Allah, dan jauhi apa yang telah dilarangNya. Talk less do more. Maka “Aku” abdikan diriku ini secara ruhaniyah dan jasadiyah semata untuk mendapat Ridho Allah SWT sebagai pemilik haqiqi tubuh ini.
Be a superheroin beloved thing is ordinary but be a superhero in unbeloved thing is extraordinary. Yaah kawan-kawan, semangat terpenting dalam hidup penulis yang selama ini menjadi acuan hidup yakni... menjadi orang hebat dalam ranah yang dia cintai adalah hal yang biasa, namun menjadi orang hebat ketika terlibat dalam situasi yang tidak dicintai adalah sesuatu yang sangat luar biasa, EXCELLENT is Ours.. J
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar