Selasa, 15 Februari 2011

Feminisme dalam konteks budaya Indonesia

  Seiring berkembangnya zaman dengan berkembangnya teknologi yang pesat, dan adanya perubahan sosio-kultural yang dewasa ini telah melanda hampir semua lapisan belahan dunia. Dengan keadaan inilah yang menyebabakan timbul dan maraknya muncul pula gerakan-gerakan feminisme seperti kelompok liberal, marxis, sosialis serta radikal. Secara tidak langsung pula, gerakan semacam ini telah mengubah pola pikir masyarakat dunia untuk saling bersaing dan menunjukkan kelebihan mereka kepada seisi jagat raya.
         Kemajuan Tehnologi kini juga telah mengubah banyak kaum hawa cenderung memploklamirkan keeksistensi dirinya akan peranan yang mutlak bagi kehidupan dunia. Bahkan sampai saat ini, banyak kalangan yang muncul guna memperjuangkan hak-hak paten mereka atas dasar prinsip persamaan gender. Selain itu, mereka mengklaim bahwa
         Dalam konteks islam sendiri, telah ditetapkan dalam al-qur’an mengenai pandangan atas kesetaraan laki-laki dan perempuan.dan telah terbukti dari kitab-kitab klasik yang menjelaskan jatran islam sepertitafsir, mankala di gembarkan secara jelas dalam surat an-nisa’: 34, bahwasanya kedudukan kaum laki-laki lebih superior di bandingkan kaum hawa.berkaitan dengan persamaan gender, banyak kalangan feminis muslim yang mengkritik wacana tafsir al-quran tentang status wanita.
         Munculnya paradigma baru terkait persamaan gender kini telah menmpengaruhi perspektif para wanita-wanita islam, banyak kalangan yang beranggapan bahwa dalam ajaran islam belum sepenuhnya  menjamin adanya hak-hak dan derajat kaum hawa, mereka menganggap bahwa kaum hawa berhak mendapatkan kedudukan yang sama dalam  dunia politik, ekonomi maupun sosial dan budaya. Bahkan, mereka berupaya untuk menjunjung dan secepatnya memproklamirkan kesejahteraan hidup mereka.
         Melihat kontra diksi seperti ini, kita bisa memflash back kembali sejarah dan hakekat wanita yang sesungguhnya. Kalau melihat realita pada zaman jahiliyah, kita tahu bahwasanya peradaban bangsa arab saat itu masih tertinggal, pasalnya terdapat diskriminasi hak hidup atas kaum lelaki dan hawa, bangsa arab yang memang bermoral bejat dan belum tersentuh oleh ajaran islam, menganggap dam mempercayai bahwa kedudukan kaum adam itu lebih mulia jika dibandingkan kaum hawa, bahkan, andaikata mereka mempunyai bayi perempuan pastilah akan segera mungkin menguburnya. Karena pada hakekatnya kaum hawa hanya membuat aib dan sama sekali tidak bisa diandalkan, seperti halnya menjadi budak ataupun tidak dapat diajak perang militer, sedangkan apabila bangsa arab mempunyai bayi laki-laki maka mereka dengan bangga mendidik nya yang kelak bisa berguna bagi masa depan keluarganya. Akan tetapi teori ini berhasil dipatahkan, ketika agama islam datang dengan membawa  petunjuk dan rahmat. Selain itu, dalam agama islam tidak mengenal diskriminasi antara kaum adam dan hawa dalam berbagai aspek kehidupan. Karena pada hakekatnya semua manusia baik jenis pria maupun wanita merupakan mahluk Allah SWT yang memiliki kodrat ataupun hak vital yang telah dianugrahkan sejak lahir, dan yang menjadikankedudukan mereka mulia disisi Allah AWT adalah ketaqwaan mereka. Namun dalam konteks islam juga telah diatur batasan-batasan mengenai kedudukan dan hak yang membedakan antara kaum pria dan wanita. Salah satu aturan ajaran islam yang membahas mengenai konsep ini adalah pembagian harta warisan antara kaumlelaki dan perempuan, dimana persentase porse hak waris laki-laki dan perempuan berbanding 1:1/2, sesuai dengan makna yang tersirat dalam Al-qur’an bahwasanya kaum lelaki mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menafkahi hidup anak-istrinya sehingga dengan porsi warisan sedemikian rupa bisa mejadi modal usaha kerja, sedangkan kaum perempuan hak-haknya telah dialihkan kepada suaminya sepenuhnya, jadi semua kebutuhan dan hak-hak perempuan telah dijamin oleh suaminya. Selain kajian ini, telah disebutkan pula dalam konsep ajaran islam bahwa seorang wanita tidak layak menjadi seorang pemimpin, manakala dalam suatu kaum masih terdapat seorang pria, maka hendaklah pria tersebut yang memimpin dan bertanggungjawab sepenuhnya atas suatu kaum tersebut meskipun secara fisik dan obyektifnya perempuan tersebut lebih kuat dan pemikiranya lebih cerdas di bandingkan kaum lelaki tersebut.seperti fenomena yang terjadi di masyarakat kita saatini, banyak kaum hawa berlomba-lomba menyalurkan kemampuannya dalam kegiatan perpolitikan seperti mantan presiden Indonesia megawati soekarno putri, ataupun Airin Rahmi sebagai dalon bupati kota tangerang, dan masih banyak lagi. Dan secara tegas pula, nabi Muhammad SAW pun memperingatkan dalam suatu hadits yang berbunyi:
sesungguhnya aku tidak akan meridhoi suatu kaum, dimana kau tersebut dipimpin oleh kaum wanita”. Dari kutipan hadits ini, dapat kita telaah bahwasanya Allah SWT menciptakan kaum lelaki dan perempuan di dunia ini mempunyai porsi-porsi kedudukan tersendiri sesuai aturan hukum islam dimana laki-laki lebih pantas menjadi seorang pemimpin umat terkait sifat lahiriahnya yaitu kuat, kekar, bisa menjaga dan mengayomi para anggotanya dari suatu ancaman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar