Kita semua mempunyai keinginan dan
cita-cita yang sama. Ingin agar keturunan kita menjadi anak yang salih dan
salihah. Namun, terkadang kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai
cita-cita mulia tersebut ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita
selaku orang tua. Alangkah lucunya, manakala kita berharap anak menjadi
salih dan bertakwa, sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan
dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua
mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab
ketika si anak membuka matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia
lihat adalah ayah dan bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias
akhlak mulia serta tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam
dengan kuat di benaknya. Dan insya Allah itupun juga yang akan ia
praktekkan dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan, “buah tidak akan jatuh jauh
dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia
mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka.
Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!
Beberapa
Contoh Aplikasi Nyatanya
Manakala kita menginginkan anak kita
rajin untuk mendirikan shalat lima waktu, gamitlah tangannya dan
berangkatlah ke masjid bersama. Bukan hanya dengan berteriak memerintahkan
anak pergi ke masjid, sedangkan Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin
membaca al-Quran, ramaikanlah rumah dengan lantunan ayat-ayat suci
al-Quran yang keluar dari lisan ayah, ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah
Anda menghabiskan hari-hari dengan membaca koran, diiringi lantunan
langgam gendingan atau suara biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur
dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari,
ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk
menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi
ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan
mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya
dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong
dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya.
Sebentaaar saja ya sayang…” Tapi ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita
telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya. Terus apa yang
sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan
dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang, bapak mau pergi
ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke kebun binatang, insya
Allah kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan
menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu
lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya
mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa
orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu bersabar dan
melakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak
akan memahami mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan
bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar